Setelah memantau sekelompok pengantin baru selama 4 tahun, para peneliti
menemukan bahwa semakin bahagia seseorang dengan pernikahannya, maka
semakin besar pula kemungkinan meroket berat badannya.
“Sudah cukup diterima secara luas bahwa pernikahan itu sendiri dikaitkan
dengan penambahan berat badan dan perceraian dengan penurunan berat
badan,” kata peneliti Andrea Meltzer, asisten profesor psikologi di
Southern Methodist University seperti dilansir Medical Xpress, Rabu
(23/1/2013).
Dalam penelitian ini, Meltzer merekrut 169 pasangan muda. Kesemuanya
sudah menikah selama 6 bulan, lalu dipantau selama 4 tahun. Para suami
rata-rata berusia 25 tahun, sedangkan istrinya 23 tahun. Informasi
mengenai kepuasan pernikahan dan berat badan pasangan dikumpulkan dalam 8
kesempatan yang berbeda.
Hasil analisis menemukan bahwa kepuasan pernikahan berhubungan positif
dengan kenaikan berat badan. Pasangan yang lebih puas dengan pernikahan
cenderung bertambah berat badannya, sedangkan pasangan yang kurang puas
cenderung menyusut berat badannya.
Hubungan ini tetap ada walaupun sudah memperhitungkan faktor kehamilan
pada istri. Walau demikian, penelitian yang dipresentasikan dalam
pertemuan tahunan Society for Personality and Social Psychology ini
tidak membuktikan adanya hubungan sebab akibat.
Meltzer berspekulasi, pasangan yang kurang puas dengan pernikahan tidak
bertambah berat badannya karena memikirkan perceraian. Karena tidak puas
dengan pernikahan, pasangan lantas mencoba menjaga berat badannya agar
tetap ideal dengan tujuan menarik pasangan baru.
Orang yang sudah selesai dengan urusan mencari jodoh jadi tak lagi
peduli lagi dengan berat badannya. Menurut Meltzer, startegi
pemeliharaan berat badan dimotivasi sebagian oleh keinginan untuk
menarik pasangan. Efek ini berlaku baik pada pria maupun wanita.
“Untuk setiap unit peningkatan kepuasan yang ditemukan, baik pada salah
seorang atau kedua pasangan, terjadi peningkatan indeks massa tubuh
(IMT) rata-rata sebesar 0,12 setiap 6 bulan,” kata Meltzer.