Riba Biang Keladi Kemacetan
Tahu tidak, biang keladi kemacetan di kota-kota besar di tanah air adalah riba. Kenapa bisa?
Bisa saja. Karena sekarang kredit leasing semakin merajalela. Jika
kredit semakin dipermudah, berarti kendaraan bermotor semakin banyak di
jalan-jalan. Kita lihat sendiri bagaimana jumlah motor dan mobil yang
semakin meningkat belakangan ini. Bisa terjadi kan peningkatan yang
sangat dahsyat dikarenakan kredit semakin dipermudah. Coba bayangkan
dengan uang satu juta, seseorang sudah bisa bawa pulang motor. Dengan DP
25 juta-an, mobil Avanza sudah bisa di tangan.
Itu semua yang mengakibatkan kemacetan.
Jadi biang keladi sebenarnya adalah pada kredit leasing. Leasing saat inilah yang tak lepas dari riba.
Leasing yang Tak Lepas dari Riba
Pembelian mobil atau motor melalui jasa leasing atau jasa bank, mungkin
jika kita saksikan seperti terjadi jual beli. Padahal kenyataannya yang
terjadi adalah utang piutang.
Buktinya apa?
Yang sebenarnya terjadi adalah customer memesan kendaraan pada dealer
dengan cara pembayaran tertunda. Karena pembayaran demikian, maka pihak
dealer yang tidak ingin uang berputar lama bekerja sama dengan pihak
leasing. Pembayaran secara cash dilakukan oleh pihak leasing pada
dealer. Selanjutnya pelunasan pembayaran dari customer diteruskan pada
pihak leasing.
Hakekat transaksi yang terjadi antara leasing dan konsumen bukanlah jual
beli. Namun pihak leasing mengutangkan lantas mengambil untung dari
utang piutang tersebut. Padahal para ulama telah sepakati bahwa setiap
utang piutang yang di dalamnya ditarik keuntungan atau manfaat, maka itu
adalah riba.
Misalnya ingin mendapatkan motor vario 17 juta rupiah secara cash. Namun
cicilan lewat leasing atau bank menjadi 22 juta rupiah. Hakekat yang
terjadi adalah 17 juta rupiah dipinjamkan dari pihak leasing atau bank
dan 22 juta rupiah itulah total cicilannya. Keuntungan tersebutlah yang
disebut riba.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
وَكُلُّ قَرْضٍ شَرَطَ فِيهِ أَنْ يَزِيدَهُ ، فَهُوَ حَرَامٌ ، بِغَيْرِ خِلَافٍ
“Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka itu adalah haram.
Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama.” (Al Mughni, 6: 436)
Kenapa tidak bisa dikatakan jual beli?
Karena pihak leasing tidak memiliki kendaraan. Yang memiliki barang
adalah pihak dealer yang langsung dijual pada pihak konsumen. Kalau
dikatakan pihak leasing yang menjual
tidaklah benar karena kendaraan
tersebut tidak berpindah tangan pada pihak leasing. Pihak leasing pun
bisa melanggar hadits berikut.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ ابْتَاعَ طَعَامًا فَلاَ يَبِعْهُ حَتَّى يَسْتَوْفِيَهُ
“Barangsiapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya
kembali hingga ia selesai menerimanya.” Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Aku
berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya sama dengan bahan makanan.”
(HR. Bukhari no. 2136 dan Muslim no. 1525)
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
كُنَّا فِى زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَبْتَاعُ
الطَّعَامَ فَيَبْعَثُ عَلَيْنَا مَنْ يَأْمُرُنَا بِانْتِقَالِهِ مِنَ
الْمَكَانِ الَّذِى ابْتَعْنَاهُ فِيهِ إِلَى مَكَانٍ سِوَاهُ قَبْلَ أَنْ
نَبِيعَهُ.
“Kami dahulu di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli
bahan makanan. Lalu seseorang diutus pada kami. Dia disuruh untuk
memerintahkan kami agar memindahkan bahan makanan yang sudah dibeli tadi
ke tempat yang lain, sebelum kami menjualnya kembali.” (HR. Muslim no.
1527)
Riba Hanya Mengundang Murka Allah
Bukan hanya dampak dari menyebarnya kredit leasing yang dihukumi riba
ini pada kemacetan jalan. Namun lebih daripada itu, tersebarnya riba
semakin mengundang murka Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
“Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka
sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk
diadzab oleh Allah.” (HR. Al Hakim. Beliau mengatakan bahwa sanad hadits
ini shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan
lighoirihi)
Semoga Allah senantiasa mengaruniakan kita dengan yang halal dan menjauhkan kita dari yang haram.
اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
Allahumak-finii bi halaalika ‘an haroomik, wa agh-niniy bi fadhlika ‘amman siwaak
[Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang
haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada
selain-Mu] (HR. Tirmidzi no. 3563, hasan kata Syaikh Al Albani)
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.